Mengenal Growth Mindset dalam Proses Belajar Anak Setiap orang tua dan pendidik tentu ingin agar anak-anaknya menjadi pembelajar yang percaya diri, aktif, dan siap menghadapi tantangan. Salah satu konsep yang sangat relevan dalam konteks ini adalah mentalitas pertumbuhan atau lebih dikenal dengan istilah growth mindset. Pada artikel ini kita akan menggali apa itu growth mindset, mengapa penting untuk proses belajar anak, serta bagaimana menerapkannya di lingkungan belajar — terutama bagi siswa SD, SMP, dan SMA. Artikel ini sangat cocok untuk lembaga seperti HighStar Language Centre dan platform edukasi lainnya yang ingin memperkuat budaya belajar positif.
Apa itu Growth Mindset?
Istilah growth mindset pertama-kali dikenal melalui penelitian oleh Carol Dweck — bahwa keyakinan seseorang tentang kemampuan dirinya akan mempengaruhi cara dia belajar dan menghadapi tantangan. (Mindset Kit)
- Dengan growth mindset, anak percaya bahwa kemampuannya dapat dikembangkan melalui usaha, strategi, dan masukan. (Mindset Kit)
- Sebaliknya, dengan fixed mindset (pola tetap), anak cenderung beranggapan bahwa kemampuan adalah bawaan lahir dan sulit diubah, sehingga lebih takut gagal atau menghindari tantangan. (Orchids The International School)
- Contoh sederhana: saat anak berkata “Saya nggak bisa ini”, kita bisa mengubah menjadi “Saya belum bisa ini belum” – kata “belum” menjadi sinyal bahwa masih ada ruang tumbuh. (Orchids The International School)
Dengan memahami konsep ini, kita bisa mulai menciptakan lingkungan belajar di mana anak merasa bahwa tantangan dan bahkan kegagalan adalah bagian wajar dari proses belajar — bukan sesuatu yang memalukan atau harus dihindari.
Mengapa Growth Mindset Penting untuk Anak?
Terdapat beberapa manfaat nyata dari penerapan growth mindset pada anak-anak — baik dari sisi akademik maupun perkembangan karakter.
- Meningkatkan ketahanan menghadapi kesulitan (resilience).
Anak yang memiliki growth mindset lebih mampu menghadapi kegagalan atau tugas yang sulit karena mereka melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar, bukan bukti bahwa mereka “bukan pintar”. (nurture.is)
- Mengubah cara pandang terhadap pembelajaran.
Anak dengan growth mindset melihat sekolah atau les bukan hanya untuk “dinilai”, tapi sebagai tempat untuk mengembangkan kemampuan. (Mindset Kit)
- Membantu pembelajaran mereka menjadi lebih aktif dan terbuka.
Misalnya, anak menjadi lebih membaca ulang, mengevaluasi kesalahan, bertanya kembali, mencoba strategi baru. Aktivitas-aktivitas seperti ini bagus untuk pembelajaran jangka panjang. (sph.edu)
- Mendukung perkembangan emosional dan mental yang sehat.
Dengan menyadari bahwa kemampuan bisa berkembang, anak tidak terlalu merasa gagal saat menghadapi hambatan — sehingga stres atau kecemasan terkait tugas sekolah bisa berkurang. (Article UnisHanoi)
Karena itu, bagi lembaga seperti HighStar yang bekerja dengan siswa anak dan remaja, menerapkan growth mindset bukan sekadar “tren” tetapi menjadi fondasi penting agar proses belajar menjadi lebih bermakna dan hasilnya lebih maksimal.
Strategi Praktis Menerapkan Growth Mindset
Menerapkan growth mindset membutuhkan pendekatan yang konsisten — dari guru/tutor, orang tua, dan lingkungan belajar. Berikut beberapa strategi praktis yang bisa diterapkan:
-
Ubah cara memuji anak
Daripada memuji “Wah, kamu pintar!”, lebih baik fokus ke proses dan usaha mereka, seperti:
- “Hebat kamu terus mencoba meskipun tadi sulit!”
- “Saya lihat kamu mulai memakai strategi berbeda, bagus!”
Pendekatan ini membantu anak menghargai usaha dan tidak hanya hasil akhir. (Orchids The International School)
-
Ajarkan bahwa kesalahan adalah bagian dari proses
Ketika anak membuat kesalahan, jangan langsung mempermalukan atau memberi label negatif. Sebaliknya, ajak mereka berpikir: “Apa yang bisa kita lakukan selanjutnya?”, “Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari sini?” (Orchids The International School)
Misalnya: “Kamu belum bisa memecahkan soal ini — belum. Tapi kita bisa coba strategi ini bersama.”
-
Gunakan bahasa dan frasa yang mendukung growth mindset
Kata-kata kecil bisa membentuk pola pikir besar. Contoh:
- “Belum” → “Saya belum bisa ini”
- “Saya memilih strategi lain”
- “Tantangan ini berarti saya bisa tumbuh” (synthesis.com)
Di kelas atau sesi les, tutor bisa mendorong anak berkata: “Saya akan mencoba dulu, lalu kita lihat apa yang berbeda”.
-
Modelkan sendiri mindset pertumbuhan
Anak belajar banyak dari apa yang mereka lihat dan dengar dari orang tua/tutor. Jadi penting bagi guru atau orang tua untuk menunjukkan bagaimana mereka sendiri menghadapi tantangan:
“Saya kesulitan memahami bab ini, tapi saya akan coba baca lagi dan minta bantuan.”
Lebih powerful dibanding hanya menginstruksikan anak untuk “berusaha”. (Collaborative for Children)
-
Pecah tujuan menjadi langkah kecil
Tujuan yang terlalu besar bisa membuat anak merasa terbebani. Ada baiknya dipecah ke tugas-tugas kecil yang bisa dicapai, lalu dicapai satu-satu. Setiap kemajuan, betapapun kecil, dirayakan. (bchp.childrenshospital.org)
Contoh: “Kali ini kita targetkan membaca 10 halaman dulu, lalu baru naik ke 20 halaman.”
- Buat lingkungan yang mendukung dan aman
Baik di kelas maupun di rumah, anak perlu merasa bahwa mereka boleh bertanya, boleh membuat kesalahan, dan tidak akan dihukum karena gagal — justru diperlihatkan bagaimana memperbaiki dan belajar dari kesalahan tersebut. (bchp.childrenshospital.org)
Tantangan dalam Menerapkan Growth Mindset & Cara Mengatasinya
Meskipun manfaatnya besar, penerapan growth mindset tidak selalu mulus. Berikut beberapa tantangan umum dan tips menghadapinya:
- Terlalu fokus hasil, bukan proses
Banyak sekolah atau sistem pendidikan yang dari awal mengevaluasi anak berdasarkan \nilai atau skor. Ini bisa menumbuhkan fixed mindset karena anak takut “terlihat bodoh”. Untuk mengatasinya: guru/tutor dan orang tua harus menggeser fokus ke proses belajar, strategi, usaha, dan peningkatan. (Reddit)
- Pujian yang salah arah
Pujian “kamu pintar” sebenarnya bisa memperkuat fixed mindset, karena anak menjadi takut bila mereka tidak “pintar” lagi. Sebaiknya pujian diarahkan pada usaha, strategi, dan kemajuan. (Orchids The International School)
- Kurangnya konsistensi dari lingkungan
Jika hanya sebagian guru/tutor atau orang tua yang menerapkan, tetapi lingkungan lain (teman, sekolah, media) tetap menekankan hasil, maka pesan growth mindset bisa menjadi campur aduk. Solusinya: koordinasi antara tutor, orang tua, dan siswa agar memiliki pemahaman yang sama.
- Menurunnya motivasi saat tantangan berat
Kadangkala anak menemui tantangan yang sangat sulit, sehingga meskipun telah mengerti growth mindset, tetap merasa frustasi. Di titik ini, penting untuk membantu anak merefleksi, melihat kemajuan kecil, dan memberi waktu serta dukungan lebih. (nurture.is)
Menghubungkan Growth Mindset dengan Pembelajaran Bahasa di Highstar Language Centre
Untuk lembaga kursus seperti Hightarbali yang menawarkan kelas Bahasa Inggris dan Mandarin untuk anak-anak hingga dewasa, prinsip growth mindset sangat relevan:
- Saat siswa merasa “saya nggak bisa ngomong bahasa Inggris dengan lancar”, tutor bisa memakai pendekatan growth mindset: “Kita belum lancar, tapi tiap latihan membantu otakmu tumbuh.”
- Dalam latihan kosakata atau grammar yang sulit, tutor bisa menyoroti usaha: “Kamu sudah mencoba 3 kali dengan kata yang sama – bagus, itu berarti otakmu mulai terbiasa.”
- Orang tua yang mendampingi anak di rumah bisa mengaplikasikan: “Kamu sudah terus latihan tiap hari meskipun terasa sulit — saya bangga dengan usahamu.”
Dengan cara demikian, bukan hanya kemampuan bahasa yang meningkat, tetapi juga sikap belajar anak yang menjadi lebih positif: terbuka untuk berlatih, tidak takut membuat kesalahan, dan siap mengejar peningkatan secara berkelanjutan.
Mentalitas pertumbuhan atau growth mindset bukan sekadar “motivasi” semata—melainkan cara pandang yang sangat berpengaruh terhadap bagaimana anak-anak belajar, berkembang, dan berhasil. Dengan menanamkan keyakinan bahwa kemampuan bisa dikembangkan lewat usaha, strategi, dan dukungan, kita membantu anak tidak hanya menjadi “pintar” dalam arti tradisional, tetapi menjadi pembelajar yang percaya diri, tangguh, dan siap menghadapi tantangan.
Bagi HighStar dan lembaga kursus lain, menerapkan growth mindset bisa menjadi nilai tambah tersendiri: siswa yang tidak hanya mengikuti kelas, tetapi tumbuh menjadi pribadi yang aktif belajar, berani mencoba, dan menyukai proses. Dan lebih dari itu, sebagai orang tua atau tutor, kita memiliki peran penting untuk menjadi teladan dan pengubah lingkungan belajar — karena anak akan sangat dipengaruhi oleh cara kita berbicara, merespon kesalahan, dan memberi dukungan.
Semoga artikel ini membantu Anda — guru, tutor, dan orang tua — untuk semakin memahami dan mengaplikasikan growth mindset dalam proses belajar anak.



